Kelelahan Estetika: Ketika Terlalu Banyak ‘Indah’ Justru Melelahkan
Di era media sosial, kita hidup dikelilingi keindahan visual: feeds yang kurasi warnanya sempurna, ruang kerja estetik, makanan yang plating-nya lebih cocok jadi pajangan daripada dimakan. Namun, di balik semua itu, muncul fenomena baru yang jarang dibahas: kelelahan estetika.
Apa itu? Ini adalah rasa jenuh dan lelah secara mental akibat paparan terus-menerus pada tampilan visual yang terlalu “sempurna”. Sama seperti https://www.emeraldcoastlanaiprivacy.com/ terlalu banyak gula bisa bikin eneg, terlalu banyak estetika juga bisa membuat kita kehilangan rasa terhadap keindahan itu sendiri.
Banyak orang merasakan ini tapi tak bisa menyebut namanya. Kita scroll Instagram dan bukannya terinspirasi, kita merasa cemburu, tidak cukup, atau bahkan kosong. Saat semua hal tampak terkonsep, naturalitas justru jadi barang langka.
Kelelahan estetika juga merambah ke ruang fisik. Rumah-rumah kini dibentuk untuk difoto, bukan untuk ditinggali dengan nyaman. Kita beli tanaman bukan karena suka, tapi karena cocok dengan warna sofa. Tanpa sadar, standar visual eksternal telah mengalahkan kebutuhan emosional personal.
Solusinya bukan anti-keindahan, tapi mengembalikan hubungan personal kita dengan estetika. Bukan sekadar “instagrammable”, tapi menyenangkan untuk kita sendiri. Menikmati hal yang tidak perlu diunggah, menyukai sesuatu yang tak selaras dengan tren.
Karena keindahan sejati bukan yang membuat iri, tapi yang memberi rasa damai. Dan kadang, hal itu justru datang dari kekacauan yang jujur, bukan dari kerapian yang dibuat-buat.