Papeda: Makanan Tradisional Berbahan Dasar Sagu dari Indonesia Timur
Papeda, yang juga dikenal sebagai bubur sagu, adalah jenis bubur khas yang terbuat dari pati sagu. Makanan ini menjadi sumber pangan utama bagi masyarakat asli di wilayah Indonesia Timur, seperti Sulawesi bagian timur, Kepulauan Maluku, dan pesisir Papua. Selain itu, papeda juga populer di Papua Nugini dan berfungsi sebagai makanan pokok yang melengkapi kuliner Indonesia bagian tengah dan barat yang lebih mengandalkan nasi sebagai bahan utama.
Proses Pengolahan Sagu untuk Papeda
Pati sagu diperoleh dengan menebang batang pohon sagu, lalu membelahnya dan mengikis bagian dalam batang yang lunak atau disebut empulur. Empulur ini kemudian dihaluskan menjadi tepung kasar. Tepung sagu dicampur dengan air dan diperas untuk mendapatkan pati sagu yang masih basah. Pati sagu basah ini biasanya disimpan dalam wadah dari anyaman daun sagu yang disebut tumang. Dalam kondisi penyimpanan yang baik, pati sagu ini bisa bertahan berbulan-bulan sebelum terjadi fermentasi alami yang membuatnya menjadi asam dan tidak layak dipakai untuk membuat papeda. Proses pembentukan pati pada pohon sagu sendiri memerlukan waktu yang cukup lama, yaitu antara lima hingga lebih dari sepuluh tahun tergantung varietas dan kondisi tumbuhnya pohon.
Cara Membuat Papeda dan Pendampingnya
Papeda dibuat dengan cara memasak pati sagu yang telah diperoleh bersama air, kemudian diaduk hingga mengental dan berubah menjadi semi-transparan. Teksturnya seperti lem atau jel yang lengket dan kenyal. Dalam penyajian sehari-hari, papeda biasanya dilengkapi dengan berbagai lauk, terutama sayur bunga pepaya yang dikenal sebagai sayur bunga pepaya, dan tumis kangkung sebagai sayuran pelengkap yang segar dan lezat.
Papeda dalam Berbagai Daerah di Indonesia Timur
Menurut antropolog Johszua Robert Mansoben, papeda merupakan makanan khas yang umum ditemukan dalam tradisi kuliner masyarakat Sentani di sekitar Danau Sentani, suku Taikat di Distrik Arso (Kabupaten Keerom), serta di Manokwari, Provinsi Papua Barat. Di wilayah dataran rendah Papua Selatan dan Papua Tengah seperti Mappi, Asmat, Mimika, dan Merauke, sagu diolah dengan cara berbeda, misalnya menjadi sagu bakar, sagu lempeng, sagu sef, dan sagu bola.
Di Sulawesi Selatan, terutama di daerah Luwu dan Tana Toraja, dikenal hidangan bernama Kapurung yang merupakan bubur sagu yang sudah dimasak dan diambil menggunakan sumpit atau garpu lalu dibentuk bola. Kapurung disajikan dengan kuah yang berisi kacang, sayur, dan ikan. Sementara itu, di Sulawesi Tenggara, khususnya dari suku Tolaki, terdapat Sinonggi yang serupa dengan papeda tetapi disajikan terpisah dengan lauknya dan dimakan menggunakan alat kayu khusus.
Hidangan serupa di negara lain
Selain di Indonesia, ada hidangan serupa yang dikenal di Malaysia dan Brunei. Di Malaysia Timur seperti Sabah dan Sarawak, serta di Brunei, bubur sagu ini dikenal dengan nama linut dan ambuyat. Makanan ini menjadi bagian dari tradisi kuliner suku Brunei Melayu, Bisaya, Lundayeh/Lun Bawang, Bajau, dan Kadazan-Dusun.
Variasi Menu Pendamping Papeda
Papeda biasanya dinikmati dengan ikan tenggiri dan kuah ikan yang kaya rasa. Namun, ikan lain seperti kakap merah, tuna, atau ikan gabus juga bisa menjadi pengganti. Kebanyakan ikan ini dimasak dengan https://www.thegardenbarkos.com/ bumbu kunyit dan jeruk nipis, yang menghasilkan kuah berwarna kuning khas. Selain ikan dan kuah kuning, papeda sering kali disantap bersama sayur ganemo yang dibuat dari daun melinjo muda, tumis bunga pepaya, dan cabai merah sebagai pelengkap.
Papeda adalah contoh unik dari kearifan lokal kuliner Indonesia Timur yang menunjukkan betapa beragamnya bahan pangan dan cara pengolahan tradisional di nusantara, khususnya dari bahan sagu yang khas.